May Day 1Setiap tanggal satu Mei, kita semua turun ke jalan, berteriak menyatukan suara. Meskipun suara kita serak tertahan, namun tetap saja memaksa diri berteriak sekeras-kerasnya.  Buruh dan kaum pekerja dari seluruh dunia meneriakkan satu suara, satu keinginan, satu harapan, akan datangnya perbaikan nasib.

Di Kota Makassar, sebanyak 2500 buruh turun ke jalan, berteriak di seluruh penjuru kota di hadapan ribuan pasang mata aparat keamanan.

Selalu sama dengan yang lalu-lalu, upah yang rendah, tidak terpenuhinya hak-hak dasar, minimnya kepedulian pengusaha atas kesejahteraan buruh dan karyawan, selalu itu yang menjadi tuntutan dalam teriakan yang terkadang disertai dengan pertaruhan jiwa-raga menghadapi kerasnya hantaman sepatu aparat, atau bahkan todongan laras panjang moncong senjata mereka.

May DayNamun itu tidak menyurutkan langkah kita yang semua kembali turun ke jalan, berbondong-bondong berseru memekikkan nasib tanpa putus asa.

Meskipun sebenarnya kita semua perlahan-lahan mulai paham bahwa, suara kita yang menggema bergelegar telah berkali-kali berakhir sepi dan yang kita rasakan hanya sakit,pilu dan rasa kecewa.

May Day 2Wahai saudaraku, saya, engkau dan kita semua adalah para buruh, sekelompok orang yang memang tidak pernah kenal lelah, tak kenal lelah bekerja meski upah yang diterima jauh dari harapan, tak kenal lelah menyatukan suara dan terus menyatukan suara, meski setelah itu kita tidak bisa menebak arah resonansinya, kita tidak pernah mendengar kemana suara yang kita teriakkan berakhir, bahkan kita tak pernah mampu memastikan apakah ada orang yang menanggapi suara kita.

Saudaraku, bersabarlah! Meski suara yang kita teriakkan hilang tertelan kegaduhan yang terlanjur menyerobot ruang-ruang birokrasi, walau suara kita terabaikan oleh mereka-mereka yang sudah sangat sibuk mengurus diri, menyelamatkan diri, tanpa peduli apa yang kita suarakan.

Saudaraku, para buruh..! suara kalian makin lama makin terdengar parau sambil mengumpat di anak tangga gedung parlemen, suara rintih kesakitan yang kalian alami telah menjadi irama yang sangat terbiasa di telinga mereka.

May Day 3Saudaraku, mari kita kembali berpikir, suara apa lagi yang sejatinya kita pekikkan pada setiap awal Mei. Mari kita evaluasi kembali apakah suara kita masih jernih? Apakah keluhan kita masih murni sebagai wujud perjuangan?

Mari kita satukan rasa dalam kebersamaan untuk kembali bersuara dengan lebih santun, semoga dengan begitu suara  yang kita ungkapkan tidak hanya menghadirkan ketakutan sejenak yang kemudian dengan mudah dibelokkan oleh pemilik kekuasaan.

Mari lebih bijak berkeluh kesah, agar tidak sia-sia suara yang berhamburan dalam gegap gempita ketidakpastian kebijakan, agar suara yang kita pekikkan dengan bersahut-sahutan tidak hanya hilang ditelan angin lalu.(rill)

Tinggalkan komentar